“Membajak” Merek

Membajak

 

Akhir-akhir ini saya sering sekali nongkrong di Twitland. Selain bisa berbagi ke lebih banyak orang, juga lebih efektif karena one to many, bahkan many to many. Bagi saya, setiap problem dari mereka, merupakan latihan bagi otot otak saya. Kali ini ada sebuah soal dari beberapa tweeps yang pernah menjadi contoh kasus alumni Entrepreneur Camp (ECamp) kami, sebut saja Juli namanya. Beginilah percakapan kami…

Juli  : Mas J, aku punya usaha jualan busana muslim. Apakah aku harus menggunakan nama tokoku di papan nama depan ataukah menggunakan merek salah satu produk orang lain yang terkenal?

MJ   : Hah, apa alasanmu pakai merek orang lain di papan nama tokomu?

Juli   : Karena pelanggan tuh tahunya aku jual jilbab ABC (sebut aja seperti itu). Merek itulah yang lebih dikenal dibanding nama tokoku.

MJ   : Oww, gitu tho kasusnya…. Emangnya kamu sudah jadi distributor resminya dia juga?

Juli   : Gak juga sih, cuman agen aja. Ada beberapa agen lainnya selain aku. Belum ada distributornya disini.

MJ   : Selain dari produk merek ABC, adakah produk-produk lain yang kamu jual?

Juli   : Banyak mas, tapi tak selaris produknya dia.

MJ   : Apa kamu ada rencana atau visi, suatu saat akan menerbitkan merek sendiri untuk busana muslimmu?

Juli   : Pasti donk mas, siapa sih yang gak pengin, tapi kan merekku belum terkenal.Trus gimana nih mas?

MJ   : Oke aku paham kondisinya. Jadi intinya kamu menanyakan, apakah sebaiknya pakai nama ABC sebagai nama tokomu ataukah merekmu sendiri, betul?

Juli   : Betul mas…

MJ   : Begini Jul…, ada beberapa poin yang perlu diperhatikan sebelum kita mengambil keputusan. Pertama, karena statusmu bukan sebagai exclusive distributor yangmendapat proteksi dari produsen, maka sangatlah beresiko. Apa jadinya setelah kamu berjuang mempopulerkan produk-produk mereka, kemudian suatu saat nanti mereka mendepakmu atau membuka Toko ABC yang jauh lebih besar di kotamu?

Kedua, bukankah kamu punya impian membangun merekmu sendiri, bukan sekedar menjadi reseller merek lain? Kenapa tidak kamu besarkan merekmu saja?

Juli   : Bener juga ya mas, aku gak kepikiran poin yang pertama. Tapi untuk poin yang kedua, kan perlu waktu dan biaya ekstra untuk mempopulerkan sebuah sebuah merek, mas?

MJ   : Betul! Nah, inilah seni memadukan keduanya… Gunakan produk dari merek-merek terkenal sebagai ‘gula’ (baca artikel Hukum Semut) untuk menarik para semut datang. Karena bagaimanapun, lebih gampang menjual merek yang terkenal. Jika sudah banyak pesaing lain yang menjual merek-merek tersebut, berikan diskon lebih. Jangan berfikir mengambil untung dari produk tersebut. Ingat, yang penting semutnya datang dulu dan betah di tokomu (sering kembali). Bukan hanya itu, ciptakan kondisigetok tular hingga para semut akan saling memberitahu,”Mau jilbab ABC, ke toko XYZ (nama tokomu) saja, miring harganya!”. Nah, saat para semut menjadi pelangganmu, tawarkan ‘roti’, ‘susu’ dan ‘coklat’, yang berlabelkan merekmu sendiri. Jelas?

Juli   : Tapi mas….

 

Pemirsa, eh pembaca…. Apa kelanjutan dari kisah tersebut? Juli tetap menggunakan merek ABC sebagai nama tokonya. Sampai-sampai kita menyapanya dengan ‘Juli ABC’. Dia aktif mengkampanyekan merek tersebut, meski belum menjadi distributornya. Malangnya, beberapa tahun kemudian, setelah pasar teredukasi dan mencukupi kuota, ABC membangun Toko di kota Juli dan melarang Juli menggunakan ABC sebagai nama tokonya. Disitulah Juli mulai terpukul dan mengganti nama tokonya dengan Toko XYZ. Malangnya, pelanggan berfikir Toko ABC sudah pindah tempat dan tak mau menjajal produk di Toko XYZ Akhirnya Juli banting setir membuka bisnis lainnya yang beda total dengan sebelumnya.

Belajar dari kisah Juli, memang tidak ada yang sia-sia atas apa yang terjadi. Tapi alangkah baiknya kita belajar dari pengalaman orang lain, untuk menghindari ‘lubang’ yang serupa.Boleh kita numpang beken dengan merek orang lain, tapi besarkanlah jalur distribusinya, bina pelanggannya dan besarkan besarkan merek kita, bukan sekedar bangga dengan kebesaran merek orang lain. Perlu diperhatikan juga bahwa semut yang kita pancing dengan gula, haruslah sesuai dengan target pasar ‘roti’, ‘susu’ dan ‘coklat’ yang kita jual. Jika tidak, maka para semutpun tak berselera dengan produk-produk kita. Paham?

 

Ilustrasi: pasukaru76

The following two tabs change content below.
Jaya Setiabudi, atau yang biasa disapa Mas J oleh murid-muridnya, adalah seorang entrepreneur dan penulis buku best seller: The Power Of Kepepet. Ia adalah pendiri YukBisnis.com, Young Entrepreneur Academy dan berbagai perusahaan lain di beberapa kota di Indonesia. "Sebaik-baiknya usaha adalah yang dimulai. bukan ditanyakan terus-menerus."

Latest posts by Jaya Setiabudi (see all)

Trackbacks

  1. […] di masa lalu logo atau merek dagang hanya digunakan di media cetak, di masa kini logo pun hendaknya dipasang di ranah digital. […]

  2. […] bisnis Anda. Warna berhubungan langsung dengan brand Anda. Pemilihan warna yang konsisten untuk merek, logo, huruf, website, dan warna keseluruhan dari lokasi bisnis Anda akan menentukan keberhasilan […]