3 Hal Yang Saya Pelajari Dari Ayah Saya Tentang Kepemimpinan

Umar

 

Demo karyawan itu, selain HASUTAN pihak ketiga adalah KELEMAHAN KEPEMIMPINAN..

Jika saya sudah membahas dari sisi saya sebagai ex-buruh. Saat ini saya akan sharing dari sisi pengusaha. Ilmu ini saya dapatkan dari almarhum ayah dan kakak ketiga saya. Alhamdulillaah saya memiliki tim yang loyal dan totalitas. No Demo pastinya… 

1. Angka Cukup

Ayah saya berpesan saat saya masih kuliah:

 

“Kalo kamu jadi bos nanti, jangan bayar karyawanmu dibawah angka kebutuhannya…”

 

Hal itu yang selalu saya ingat. Jadi setiap merekrut karyawan, saya akan menanyakan: “Berapa ANGKA CUKUPMU..?”

Jika mereka menyebutkan lebih tinggi dari kemampuan saya membayar, saya tak akan menerima (atau menawar). Daripada saya terima mereka, ternyata kebutuhan (ataupun keinginan) mereka tak tercukupi, maka akan jadi bumerang buat saya nantinya.

Seorang yang senantiasa bersyukur, akan bisa membedakan antara kebutuhan (cukup) dan keinginan (harapan).

Misalnya, dia minta Rp. 3,5 juta dan saya hanya mampu Rp. 2,5 juta, maka saya lebih memilih untuk tidak menawar dan tak menerima.

Sebaliknya apabila mereka menyebutkan ‘angka cukup’ mereka dibawah angka standar sesuai posisi (dan skill) yang saya perlukan, maka saya akan membayar lebih.

Pernah seorang programmer saya menyebut ‘angka cukupnya’ 1,5 juta perbulan dan saya memberikan 3 juta perbulan kepadanya. Begitu juga dengan beberapa karyawan saya lainnya..

 

2. Jangan Bekerja Untuk Perusahaan

“Jika kamu bekerja keras, lembur tanpa gaji, berjuang untuk memajukan perusahaan dan ternyata atasanmu tak menghargai atau mengabaikanmu, kecewakah kamu?”

 

 

Itulah pertanyaan saya kepada tim saya yang baru masuk.

Jika mereka bekerja untuk saya atau perusahaan, maka mereka akan kecewa saat saya tak menghargai (subyektif) mereka di kemudian hari.

Tapi jika mereka bekerja untuk mengasah ketrampilan mereka, meski lembur tanpa dibayar pun, mereka tak merasa rugi. Kenapa? Karena mereka bertumbuh setiap harinya.

Saya menekankan, “Toh jika kemampuanmu bertumbuh dan aku tak menghargaimu, in sya Allah orang/perusahaan lain akan melirikmu.” >> Sah saja..

 

3. Manusiakan Manusia

Saya berani jamin, berapapun gaji mereka Anda naikkan, selalu ada ketidakpuasan. Sebaliknya, di beberapa perusahaan yang masih menggaji pas-pasan, tapi karyawannya betah dan hepi-hepi saja. Koq bisa?
Saya belajar dari ayah dan kakak ketiga saya dalam hal ini. Seperti kisah khalifah Umar bin Khatab, ayah dan kakak saya adalah figur pemimpin empati yang ‘blusukan’, membaur bersama pekerja.

Saat ayah saya barusan bekerja di pabrik kayu, dia mengembalikan mobil fasilitas kantor dan memilih jalan kaki atau pinjam sepeda satpam untuk pulang ke rumah kontrakan. Saya bertanya:

“Kenapa papah balikin mobil dinasnya?”

Ayah saya menjawab:

“Lha mereka (buruh) masih dibayar dibawah UMR, koq papah baru datang (bergabung ke perusahaan), udah naik mobil sedan. Pasti mereka akan cemburu dan papah susah membaurnya.”

Mereka berdua kerap membawa makanan dan minuman saat pekerja lembur atau menengok dan membantu mereka yang sedang sakit. Tak seberapa dibandingkan kenaikan gaji, tapi efek emosionalnya luar biasa.

Hal itu membuahkan hasil. Saat seluruh pabrik di lingkungan industri, kakak saya bekerja, pada demo, hanya buruh di pabrik kakak saya yang tak ikutan demo. True story..!

Semoga saya dapat meneladani mereka, menjadi pemimpin yang dicintai, bukan karena uang.. >> Matre 

The following two tabs change content below.
Jaya Setiabudi, atau yang biasa disapa Mas J oleh murid-muridnya, adalah seorang entrepreneur dan penulis buku best seller: The Power Of Kepepet. Ia adalah pendiri YukBisnis.com, Young Entrepreneur Academy dan berbagai perusahaan lain di beberapa kota di Indonesia. "Sebaik-baiknya usaha adalah yang dimulai. bukan ditanyakan terus-menerus."

Latest posts by Jaya Setiabudi (see all)