Memaknai Zero

zero

 

Masih ingat tulisan saya tentang konsep zero’ yang diajarkan Om Bob Sadino? Tulisan tersebut mengundang sedikit kontroversi saat saya kirimkan melalui milis EA. Saat saya memberikan kelas mentoring bisnis di Bogor, saya ditanya oleh seorang peserta,”Mas J, di tulisan Mas J tentang zero, mas menceritakan tentang konsep yang diajarkan oleh Om Bob untuk tidak berharap. Sementara, di buku The Secret menganjurkan untuk berharap (bermimpi). Mana yang benar?”. Saya jawab,”Beda tingkatan berfikirnya aja mas!”. Artinya semuanya benar, tergantung tingkatan berfikir seseorang. Analoginya adalah seperti anak SD dan seorang profesor. Saat masih SD dulu, sering kita diiming-imingi hadiah sepeda atau mainan kalau naik kelas atau juara kelas, betul? Dari iming-iming tersebut, kita jadi rajin belajar. Hal itu berlangsung dari tahun ketahun, hingga terbentuk apa namanya kesadaran belajar.Nah, lain halnya jika kita bicara dengan seorang profesor. “Prof, jika prof mau belajar lagi dengan rajin, nanti saya belikan mobil ya!”. Yee, bisa ketawa tuh profesor. Tidak usah dibelikan mobilpun, profesor itu tetap akan belajar. Kenapa? Karena belajar sudah jadi kebutuhan dan kesadaran dia! 

Om Bob bagaikan sang profesor, dimana dia melakukan setiap langkahnya kedepan, tanpa perlu diiming-iming lagi. Tanpa menciptakan harapan-harapan, Om Bob tetap akan action. Bahkan dalam level Om Bob, dia melakukannya sebagai wujud rasa syukur atas apa yang telah diberikan Allah kepadanya. Makna zero yang digambarkan oleh Om Bob sebagai lingkaran yang kosong, merupakan manifestasi keimanan seutuhnya. Dimana pada level tersebut, seorang hamba berpasrah tanpa prasangka sedikitpun. Zero sangat membantu kita, terutama saat kita mendapatkan ujian atau musibah. Misalnya Anda ditipu oleh seseorang. Apa jadinya jika Anda masih menggunakan logika dan rasa Anda? Anda akan mengumpat atas apa yang dia perbuat terhadap Anda. Atau mungkin frustasi, karena tidak mendapatkan solusi. Jika Anda zero, maka lebih ‘enteng’ bagi Anda menghadapinya. Koq bisa? Iya, nggak usah dipikirin saja. Ambil saja pelajaran positif dari situ, kemudian  serahkan kepada yang diatas akan kemudahan solusi-solusinya? Bukankah banyak kejadian dalam kehidupan kita yang tidak masuk akal?

 

Makna Zero lainnya

Zero juga bermakna pembebasan dari prasangka-prasangka dan ketakutan-ketakutan kita selama ini. Kenapa bisnis kita tidak bisa kita delegasikan ke orang lain? Karena kita punya ketakutan percaya dengan orang lain. Kenapa kita sukar menangkap peluang-peluang yang ada? Karena kita punya ketakutan akan kerugian. Jangan-jangan, nanti-nanti, ya kalau…? Zero bermakna ‘Total Surrender’, keimanan yang bulat terhadap apa yang terjadi dimasa yang akan datang, keyakinan akan keajaiban dan jalan yang bahkan tidak pernah kita pikirkan sebelumnya. Saya pribadi mengalami hal-hal yang tidak pernah terduga dalam kehidupan saya. Solusi yang saya dapatkan, sering tidak masuk dalam logika saya. Biarkan tangan-tangan Allah yang bekerja untuk kita. Ada orang yang mempertanyakan,”Saya sudah total surrender Mas J, tapi koq masih tidak dapat kemudahan-kemudahan itu?”. Artinya Anda masih hitung-hitungan dengan Allah atau Allah mau menguji ketotalan zeroAnda! Belajarlah kepada para nabi dan wali. Bagaimana mereka bisa mendapatkan mukjizat-mukjizat itu? Karena keyakinan mereka terhadap yang diatas! Sekali lagi,yuk kita zero!

 

“Saat logika tak mampu menaklukkan rasa, hanya iman yang menenangkan jiwa. Pasrah adalah jalannya…”

 

 

Ilustrasi: lrargerich

 

The following two tabs change content below.
Jaya Setiabudi, atau yang biasa disapa Mas J oleh murid-muridnya, adalah seorang entrepreneur dan penulis buku best seller: The Power Of Kepepet. Ia adalah pendiri YukBisnis.com, Young Entrepreneur Academy dan berbagai perusahaan lain di beberapa kota di Indonesia. "Sebaik-baiknya usaha adalah yang dimulai. bukan ditanyakan terus-menerus."

Latest posts by Jaya Setiabudi (see all)