Saat pertama kali bergabung di salah satu anak perusahaan Astra di Batam, saya dan teman-teman satu batch (angkatan), harus melewati masa training. Di akhir sesi training kita selama 3 bulan lamanya, kita diwajibkan untuk membuat studi kasus yang harus diselesaikan menggunakan metode Practical Problem Solving (PPS). Permasalahan yang timbul adalah, kami diwajibkan presentasi menggunakan metode PPS dalam bahasa Inggris. Review presentasi dilakukan sebanyak 4 kali, sampai akhirnya final presentation di depan COO (Chief Operational Officer) yang notabene orang ‘bule’. Celakanya, bahasa Inggris saya saat itu amburadul dan super tidak lancar. Untuk menutupi ketidak lancaran saya setiap presentasi dalam bahasa inggris, saya berdalih menyalahkan metode PPS yang tidak up to date.
Suatu saat, sepulang dari tempat kerja, saya menyambangi kawan satu batch saya, Fajar Hidayat namanya. Di kamar mess (rumah dinas) Fajar, saya menggerutu tentang kelemahan-kelemahan metode PPS dan tidak adanya manfaat yang didapat dari materi tersebut. Awalnya Fajar hanya mendengar sambil melirikkan matanya dari bawah keatas. Tiba-tiba dia memotong omongan saya dengan nada serius,”Yak (panggilan akrab saya), menurut aku, kamu itu tipe orang yang suka excuse terhadap sesuatu yang kamu tidak mampu. Kamu tidak berusaha membuat dirimu mampu. Orang kayak kamu itu, biasanya tidak pernah nomor satu!”
Wow wow wow, saya hanya terdiam sejenak dengan muka merah terbakar omongan kawan baik saya. Sayapun bertanya dengan nada tinggi,”maksudmu?!” Fajarpun menjawab dengan sangat jelas,”Sebetulnya bukan metode PPS-nya yang kurang, tapi aku tahu kamu punya kekurangan tidak lancar berbahasa inggris. Dari situ kamu membuat dalih untuk menutupi kekuranganmu!”. Tanpa bicara lagi, dengan muka masam, saya meninggalkan mess Fajar, yang jaraknya hanya satu gang dari mess saya. Malam hari itu darah saya naik ke kepala, rasanya ingin marah besar, karena belum pernah ada orang yang mengkritik saya setajam itu. Saya merenung memikirkan kembali setiap perkataan Fajar,”….orang kayak kamu itu, biasanya tidak pernah nomor satu!”.
Saya flashback ke masa lalu saya, ternyata benar apa yang dikatakan Fajar, memang SAYA TIDAK PERNAH NOMOR SATU. Setelah menganalisa kembali apa yang menyebabkan saya tidak pernah nomor satu? Padahal saya terhitung pekerja keras dan gigih. Ternyata kuncinya ada di kata-kata Fajar,”…kamu itu tipe orang yang suka membuatEXCUSE terhadap sesuatu yang kamu tidak mampu. Kamu tidak berusaha membuat dirimu mampu!”. Exactly, itulah diri saya di masa lalu. You woke me up, my friend! Sejak malam itu saya berikrar,”Saya akan menjadi yang terbaik di manapun saya berada dan di bidang yang saya tekuni!”
Belajar dari pengalaman saya dan orang lain, saya menyimpulkan bahwa ada POLA SUKSES dan POLA GAGAL. Tuhan telah menciptakan manusia dengan mekanisme serba otomatis. Orang-orang yang gagal dalam kehidupannya, dia memiliki pola gagal yang berulang. Begitu juga orang yang sukses, memiliki pola sukses yang berulang. Apapun deskripsi Anda tentang sukses, amatilah orang yang menurut Anda sukses dan gagal, perhatikan polanya. Saat saya memutuskan untuk mengubah nasib saya, saya mengubah pola saya yang lama, seperti tidak disiplin, banyak alasan, cepat menyerah, tidak tuntas dalam kerja, juga ketidak beranian mengambil resiko. Apa pola gagal Anda? Simple, hanya dibalik saja dan sukseslah Anda.
Jaya Setiabudi
Latest posts by Jaya Setiabudi (see all)
- Menjual Tanpa Membual - 10/05/2016
- Strategi Evolusi UKM Goes Online - 09/05/2016
- Makna Sukses Jaya Setiabudi - 06/07/2015