Franchise Tipu-tipu

Tipu-tipu

 

Franchise atau waralaba adalah kata-kata yang tak asing akhir-akhir ini. Jika Anda sering membeli majalah bisnis, hampir tak terlewatkan iklan-iklan menjual franchise atau peluang usaha. Mulai dari kelas 5 jutaan hingga melebihi 1 miliar. Mau cari usaha apa? Rumah makan, konter burger, kebab, crepes, pisang goreng, salon mobil, café, bimbingan belajar, kursus bahasa, child care, karaoke, pokoknya segala macam bisnis yang ada saat ini, hampir semua ada waralabanya. Kalau Anda baca iklan-iklan tersebut, akan membuat Anda tergiur dengan iming-iming keuntungannya. “BEP (Break Event Point) dalam 3 bulan”, “Telah sukses di 100 kota Indonesia!”, “Buka langsung untung”, “Bisnis tanpa resiko”, “Margin 300%”, dan banyak lagi iming-iming yang akan membuat mata Anda hijau. Bayangkan saja, jika Anda punya duit 100 juta rupiah. Apa yang Anda lakukan untuk membuat uang Anda berkembang biak? Sebut saja salah satunya yaitu deposito. Berapa sih pendapatan dari bunga deposito saat ini? Paling-paling 10% pertahunnya. Itupun karena kondisi krisis. Bandingkan dengan iming-iming BEP (red: yang benar Payback Period) 3 bulan, yang artinya menghasilkan keuntungan 33% perbulan (ROI) dari nilai investasi yang Anda tanamkan. Yakinkah akan segitu?

Janji adalah hutang

Semuanya mungkin terjadi, tapi perlu diingat, pada saat orang membaca iklan waralaba tersebut dengan BEP 3 bulan, apa harapan mereka? Tentu saja duitnya akan benar-benar kembali dalam 3 bulan. Padahal sangat mungkin kondisi dan lokasi tempatfranchisee (pembeli waralaba) tidak seideal yang diharapkan. Bahkan kebanyakan di lapangan, para franchisor (pemilik waralaba) tidak benar-benar paham bagaimana menentukan lokasi yang tepat untuk usaha tersebut. Pokoknya asal setor franchising fee, langsung aja di ‘oke’kan. Padahal dalam bisnis retail, lokasi adalah aspek terpenting.

Masalah kedua timbul di ‘item’ yang seringkali disebut ‘sistem’. Ada kisah kawan saya yang membeli waralaba warung makan, dengan royalty fee (uang untuk penggunaan merek dagang dan pembelian sistem) sebesar 40 juta rupiah (selama 5 tahun). Total investasi menapai 200 juta rupiah. Dengan segudang janji akan diberikan training supportdan sistem yang lengkap, namun apa yang diberikannya? Koki dan sebundel tebal SOP yang memusingkan. Apakah yang dia maksud dengan sistem itu SOP ya? Menurut pengalaman saya, SOP hanyalah sekumpulan aturan-aturan yang dituliskan. Perusahaan yang saya dirikan, bahkan telah memiliki SOP (tertulis) dalam dua bahasa sejak tahun kedua berdiri, namun terbukti SOP tanpa tim yang menjalankannya dengan taat, hanyalah setumpuk kertas aturan tak berguna. Apalagi jika SOP-nya copy-paste dari tempat lain!

Masalah ketiga, yang sebenarnya ini menjadi masalah utama adalah track record pendiri usaha yang belum terbukti keberhasilannya, tapi sudah buru-buru mewaralabakan bisnisnya. Boro-boro dia akan membuat keuntungan untuk franchiseewong dia saja dapat duitnya dari franchising fee. Setelah fee tersebut diterima, franchisee ditinggalkan begitu saja dan sibuk mencari ‘korban’ lainnya. Entah apa yang ada di benak para franchisor seperti itu,koq tidak malu yaa, namanya dijelek-jelekkan dimana-mana, karena tidak bertanggung jawab? Sebagai calon franchisor, pikirkan baik-baik sebelum mewaralabakan usaha Anda. Jangan semata-mata berniat mengeruk keuntungan dan cari ‘korban’. Karena nama Anda adalah taruhannya. Fokuslah “Bagaimana agar franchisee untung?”

Terus bagaimana memilih franchise yang bagus? Yang punya segudang penghargaan? Sama sekali tidak menjamin. Banyak penghargaan-penghargaan bisnis yang Anda bisa ‘beli’ atau ‘rekayasa’. Jika mau aman, ya kunjungi saja beberapa outlet-nya, tanyakan kepada pemiliknya (franchisee). Jika mereka puas dengan support dan sistem yang dijanjikan, barulah Anda pertimbangkan untuk beli. Tapi survei membuktikan kekecewaan itu lebih besar. Sebagai franchisor yang mengutamakan kredibilitas, juga tidak akan langsung serta merta menerima pinangan si franchisee. Jika perlu adakan tes minat dan bakat dulu, apakah ia serius akan menjalankan waralabanya? Jika hanya berfikir ‘taruh uang’ terus ditinggal begitu saja, ya sama juga bohong. Semua usaha hanya akan jalan, jika ditekuni dengan serius. Franchisor yang ideal mungkin bukanlah yang memiliki sistemnya ideal, tapi lebih diutamakan yang memiliki ‘komitmen’ untuk men-support dengan sepenuh hati dan tenaga.

 

“Promise only what you can deliver. Deliver more than you promise!”

Ilustrasi: Kalexanderson

The following two tabs change content below.
Jaya Setiabudi, atau yang biasa disapa Mas J oleh murid-muridnya, adalah seorang entrepreneur dan penulis buku best seller: The Power Of Kepepet. Ia adalah pendiri YukBisnis.com, Young Entrepreneur Academy dan berbagai perusahaan lain di beberapa kota di Indonesia. "Sebaik-baiknya usaha adalah yang dimulai. bukan ditanyakan terus-menerus."

Latest posts by Jaya Setiabudi (see all)

Trackbacks

  1. […] bisnis musiman yang hanya bisa bertahan dalam hitungan bulan, bukan? Belum lagi banyaknya beredar franchise tipu-tipu. Sebuah penelitian di Amerika menunjukkan bahwa 20% usaha yang menawarkan kerjasama franchise […]