Ringan Kaki, Ringan Tangan

Ringan Kaki, Ringan Tangan

Ringan Kaki, Ringan Tangan –  Saya belajar dari guru-guru saya, meskipun level mereka adalah seorang kyai, namun mereka masih ringan kaki untuk menyambangi murid-muridnya. Terbesit dalam benak saya, jika mereka saja yang seorang guru ‘ringan kaki’, apa alasan saya untuk tak ringan kaki, jika mereka datang ke kota saya? Ayah saya juga mengajarkan, sebisa mungkin datangi ‘pernikahan dan kematian’ kawan atau kerabat.

Di jaman internet dan media sosial, terjadi pergeseran budaya. Banyak orang menjadi berat kaki, ringan jempol. Seolah semua bisa digantikan dengan media digital. Tunggu saja sampai Anda sakit, sendiri di kamar kos, dan kawan Anda hanya simpati via medsos, “GWS yaa..!”. Bahkan saat kematian, mereka hanya mengupload foto Anda dengan emoticon bercucur air mata, namun tak menghadiri pemakaman Anda. Begitukah seharusnya?

Saya salut dengan seorang anak muda bernama Habibie Afsyah. Saat pertama saya kontak dia via telepon, dia langsung menanyakan, “Kapan Mas J ke Jakarta? Aku samperin aja..”. Padahal orang Jakarta paling terkenal malas untuk ‘angkat pantat’ dari wilayahnya. Dan tahukah Anda, bahwa Habibie adalah seorang tuna daksa, jangankan berjalan, menggerakkan kaki, tangan dan badannya saja dia memerlukan bantuan orang lain. Tak hanya menyambangi orang, dia juga kerap menampung orang-orang berkebutuhan khusus yang dhuafa untuk menginap dan belajar internet marketing di markasnya. Masihkah ada alasan untuk kita?

Ringanlah kaki untuk melangkah. Jika ada kawan atau guru yang sedang datang ke kota kita atau hanya berjarak 1 hingga 2 jam perjalanan, sambangilah. Bukan sekadar untuk setor muka kepada kawan atau guru kita, tapi untuk olahraga jiwa kita. Jika Anda bisa pamer foto-foto Anda jalan-jalan keluar negeri, kenapa tidak pamer foto-foto bersama kawan Anda di luar kota. Musuh terbesar kesuksesan adalah 2 hal: Penundaan dan Alasan. Kalahkan mereka..! Tanpa ‘tapi’, tanpa ‘nanti’..!

Ringan tanganlah dalam memberi bantuan kepada orang lain. Janganlah semuanya dinilai dengan bisnis, “Untungku apa menolong dia?”. Anggap saja sedekah yang tak berbalas, jadi kita tak perlu berharap. Secara hukum alam (sunatullah), seseorang yang ringan tangan, selain ‘menabung’ kebaikan, juga menyehatkan jiwa, dan memancarkan aura positif di wajahnya. Tak heran jika rejeki mendatanginya..