“Ah nanti saja berurusan dengan hukum pas perusahaan sudah besar saja, kalau sudah banyak pelanggan, kalau omset milyaran, kalau sudah dipanggil orang pajak, kalau…..”
Terjun ke dunia entrepreneur bisa saja karena berbagai alasan dan latar belakang. Tak sedikit yang mengawalinya dengan segala impian bisnis yang akan menjadi hebat, penuh semangat.
Ada juga yang memulai bisnis karena keadaan yang memaksanya untuk membuka usaha sendiri (karena PHK misalnya). Atau memilih menjadi pengusaha karena tidak ada pilihan lain, karena tak kunjung mendapat panggilan kerja. Ada yang memulai usaha dengan mundur dari pekerjaannya dan memutuskan untuk pindah kuadran menjadi pengusaha.
Apapun faktor pendorongnya, kita cenderung ingin segera memulai dan segera menuai hasil. Padahal ada risiko-risiko yang harusnya sudah diketahui dari awal. Apa gunanya diketahui dari awal? Agar dapat melakukan perencanaan dan strategi untuk memitigasi (mengurangi) risiko-risiko yang ada (bukan berarti tidak ada resikonya ya).
Bagi pengusaha, menjadi melek hukum itu kebutuhan bukan menunggu kalau bisnis sudah besar. Justru untuk menjadi bisnis yang besar, pranata hukumnya harus diperhatikan sejak awal.
Susun strategi hukum sejak awal usaha anda mulai dibangun. Misalnya saja Bob ingin bekerjasama dengan Lucky. Maka mereka harus menentukan bagaimana bentuk kerjasama mereka. Bagaimana mereka akan memberikan bagian modalnya. Bagaimana mereka akan mencatatkan setiap pengeluaran dan biaya usahanya, dan bagaimana mereka akan menghitung pembagian hasil keuntungan yang didapat dari bisnis mereka. Di sini sudah menunjukkan perlunya menyusun suatu perjanjian kerjasama (partnership agreement).
Kalau hal ini dibiarkan saja berjalan tanpa ada peraturan yang jelas, tanpa ada HUKUM yang mengatur secara tegas dan membatasi hak dan kewajiban dari Bob dan Lucky, hal ini berpotensi menimbulkan konflik ke depannya. (Silahkan baca di sini tentang pemutusan bisnis secara sepihak). Continue reading →