Di suatu malam yang hujan lebat, di penghujung abad 19, ada seorang lelaki tua dan istrinya masuk ke sebuah lobi hotel kecil di Philadelphia untuk mendapat tempat bermalam. Terjadilah percakapan antara lelaki tua itu dengan resepsionis hotel bernama George C. Boldt.
Tamu : Anak muda, adakah kamar untuk kami bermalam?
George : Maaf Tuan, seperti tuan ketahui, ada 3 konvensi besar di kota sekecil Philadelphia ini. Semua hotel sudah penuh, begitu juga dengan hotel ini.
Kemudian George sejenak merenung, dia tak akan mengijinkan pasangan elegan tersebut menunggu di lobi hotel hingga esok atau mencari hotel lain di lebatnya hujan..
George : …tapi Tuan, saya tak tega membiarkan pasangan seperti Anda mencari hotel di lebatnya hujan pukul 1 dini hari. Maukah Tuan dan Nyonya menempati kamar saya? Mungkin tidak pantas untuk Tuan, namun cukup untuk istirahat dan saya akan segera bereskan.
Tamu : Baiklah…
Keesokan harinya saat mengantar pasangan tersebut menuju taxi, lelaki itu berkata, “George,suatu saat nanti, akan aku bangun sebuah hotel termegah di dunia dan kamu akan menjadi manajer pertama disana”.
Mereka bertiga tertawa..
George tak pernah menganggap serius perkataan tamu itu, bahkan dia sudah melupakannya. Karir George terus menanjak hingga menjadi manajer di hotel itu, karena kebiasaan produktif dan ketulusan bekerja yang ia lakukan.
2 tahun kemudian…
George mendapat sebuah surat berisi undangan dari ex-tamu tersebut dan tiket pulang pergi ke New York. Mobil penjemput George mengantarkannya ke sebuah kafe kecil di sudut Fifth Avenue and 34th Street, New York, untuk berjumpa dengan lelaki tua itu.
Setelah beramah-tamah, lelaki itu mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar pengetahuan George tentang bisnis perhotelan dan pelayanan yang istimewa.
Kemudian lelaki tersebut mengajak George keluar dari kafe dan menunjuk sebuah bangunan megah yang hampir jadi.
Tamu : George, lihatlah bangunan megah itu. Hotel itu aku bangunkan untukmu dan kamu akan menjadi manajer pertama disana.
George : Ahh Tuan, Anda pasti sedang bergurau…
Tamu : Saya jamin tidak.
Nama hotel itu adalah Waldorf Astoria, hotel termegah di dunia saat itu. Dan lelaki tua itu adalah Sir William Waldorf Astor, salah satu pewaris kerajaan Inggris. Karir George terus menanjak, hingga ia mampu membangun hotel dengan desain puri yang mewah. (search: Boldt Castle)
Apa yang dilakukan George malam itu bukanlah suatu kebetulan, tapi kebiasaan bekerja dengan hati, bukan sekedar karena gaji dan tidak hitung-hitungan. Bisa saja George menolak tamu malam itu dengan alasan “kamar penuh” dan dia akan kehilangan kesempatan berharga itu seumur hidupnya.
“Kita tak pernah tahu, kapan ‘malaikat’ akan lewat…
…namun jika kita berbuat yang terbaik setiap saatnya, maka tak kan terlewatkan ‘malaikat’…”